Beranda | Artikel
Kaitan Antara Puasa dan Akidah Islam
Minggu, 13 Juli 2014

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, ibadah yang dilakukan oleh seorang hamba tidak bisa dilepaskan dari pondasi akidah. Sebagaimana kita ketahui, bahwa akidah di dalam agama laksana pondasi bagi sebuah bangunan. Tanpa akidah, maka ibadah akan lenyap dan sirna begitu saja, walaupun tampak hebat dan memukau.

Begitu pula ibadah puasa. Apabila kita lihat hikmah daripada ibadah puasa, yaitu membentuk pribadi yang bertakwa. Sebab sesungguhnya ketakwaan itu merupakan perpaduan antara amal lahir dan amal batin. Oleh sebab itu, Thalq bin Habib rahimahullah menafsirkan takwa,

العَمَلُ بِطَاعَةِ اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، رَجَاءَ ثَوَابِ اللهِ، وَتَرْكِ مَعَاصِي اللهِ، عَلَى نُوْرٍ مِنَ اللهِ، مَخَافَةَ عَذَابِ اللهِ

“Melaksanakan ketaatan kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya mengharap pahala Allah. Meninggalkan maksiat kepada Allah di atas cahaya dari Allah seraya merasa takut akan hukuman Allah.”

Takwa kepada Allah inilah hikmah agung dari disyari’atkannya ibadah puasa. Cobalah kita cermati di bagian awal surat al-Baqarah, ketika Allah menerangkan ciri-ciri orang yang bertakwa, maka akan kita dapati bahwa orang yang bertakwa itu selalu dihiasi dengan akidah sahihah dan amal-amal salih. Mereka beriman kepada yang ghaib, mereka mendirikan sholat, dan menginfakkan sebagian harta yang Allah berikan kepadanya. Dan mereka pun meyakini akan hari akhirat.

Orang bertakwa -sebagaimana digambarkan di dalam ayat-ayat itu- adalah mereka yang memadukan di dalam dirinya antara keikhlasan kepada Allah -yang tercermin di dalam ibadah sholat- dan juga berbuat baik kepada sesama -yang tercermin di dalam sedekah dan zakat-. Inilah ciri orang-orang yang beruntung dan sukses.

Demikian pula, dalam ibadah puasa. Kita bisa melihat bersama, bahwa Allah menempa kita dengan ibadah puasa ini agar menjadi sosok yang memiliki empati dan kepedulian kepada sesama. Kita bisa merasakan kepedihan yang dirasakan oleh saudara-saudara kita yang kekurangan dan kesusahan. Haus, lapar, dan berkurangnya tenaga untuk beraktifitas sehari-hari. Oleh sebab itu puasa adalah sarana untuk membina kesabaran kita. Sabar dalam ketaatan, sabar dalam menjauhi maksiat, dan sabar dalam menanggung hal-hal yang tidak menyenangkan berupa musibah dan kesempitan.

Di samping itu, dengan ibadah puasa, kita dilatih untuk mempertajam keikhlasan. Karena seorang yang berpuasa hanya mengharap pahala dan balasan dari sisi Allah, bukan dari manusia. Seorang yang puasa tidak mengharapkan pujian dan sanjungan mereka atas ibadah yang dilakukannya. Puasa adalah rahasia antara seorang hamba dengan Rabbnya. Sehingga, dikatakan oleh para ulama bahwa puasa itu tidak bisa/sulit untuk disusupi oleh riya’, sebagaimana diterangkan Syaikh Shalih Al-Fauzan dalam salah satu ceramahnya.

Bahkan disebutkan juga oleh Syaikh Shalih Al-Fauzan, bahwa orang-orang musyrik masa lalu tidak pernah dikisahkan bahwa mereka berpuasa untuk berhala dan sesembahan mereka selain Allah. Hal ini menunjukkan bahwa puasa adalah ibadah dan amal yang begitu istimewa di hadapan Allah. Oleh sebab itu Allah pun menyebutkan bahwa puasa itu untuk-Nya dan Allah pula yang akan membalasnya dengan balasan yang hanya Allah yang tahu berapakah kelipatan dan besar pahalanya. Karena puasa adalah kesabaran, dan kesabaran itu akan disempurnakan balasannya oleh Allah tanpa hitungan.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, dari sinilah kiranya kita bisa memetik sebuah pelajaran berharga, bahwa kualitas suatu amalan tidak hanya dilihat dari fisik dan penampilan luarnya. Akan tetapi lebih daripada itu, begitu banyak amalan yang menjadi besar pahala dan ganjarannya di sisi Allah karena apa-apa yang tertanam di dalam hati orang yang melakukannya; yaitu iman, keikhlasan, dan tauhid.

Sebagaimana yang dikatakan oleh seorang salaf,

رب عمل صغير تعظمه النية، ورب عمل كبير تصغره النية

“Betapa banyak amal yang kecil menjadi besar karena niatnya, dan betapa banyak amal yang besar menjadi kecil karena niat”

Inilah kedudukan dan keutamaan amal-amal hati di dalam syari’at Islam yang hanif ini. Amalan hati laksana ruh bagi tubuh seorang manusia. Cinta misalnya, seorang yang beramal atau melakukan ibadah tanpa kecintaan -digambarkan oleh para ulama- seperti badan yang tidak ada ruhnya alias sudah menjadi mayat.

Inilah kenyataan yang tidak bisa kita pungkiri. Banyak diantara kita melakukan amal tanpa hati yang hadir. Kita sholat dalam keadaan hati tidak khusyu’ dan tidak hadir di dalam bacaan dan gerakan sholat. Pernah dikatakan oleh Imam Ibnul Qayyim rahimahullah, bahwa sholat tanpa kekhusyu’an dan hati yang hadir adalah seperti tubuh tanpa ruh. Oleh sebab itu sebaik-baik dzikir dan amalan adalah yang bersesuaian antara apa yang diucapkan dengan lisan dengan apa yang ada di dalam hati.

Kaum muslimin yang dirahmati Allah, dengan merenungkan hal ini kiranya kita bisa kembali mengevaluasi kualitas ibadah puasa kita dan amal-amal kita yang lain. Bisa jadi amal yang kita kira besar justru kecil di hadapan Allah, karena minimnya iman, keikhlasan dan tauhid yang ada di dalam hati kita. Dan sebaliknya, bisa jadi amal yang kita anggap remeh dan sepele justru besar di sisi Allah karena keikhlasan dan iman yang ada di dalam hati orang-orang yang melakukannya. Hanya kepada Allah juga kita memohon pertolongan untuk beribadah dan taat kepada-Nya.

Ya Allah, bantulah kami dalam berdzikir kepada-Mu, bersyukur kepada-Mu, dan beribadah dengan baik kepada-Mu. Ya Allah, jadikanlah seluruh amal kami untuk-Mu dan janganlah Engkau jadikan sedikit pun darinya untuk selain-Mu. Ya Allah, terimalah puasa kami, terimalah sholat kami, terimalah tilawah dan dzikir kami.

Kami adalah hamba-Mu yang penuh dengan dosa dan kesalahan, maka ampunilah kami Ya Rabb. Ya Allah Yang Maha Kuasa lagi Maha Bijaksana, tolonglah saudara-saudara kami di bumi Gaza Palestina dan di bumi mana pun di dunia ini dari kezaliman musuh-musuh-Mu. Menangkanlah mereka di atas musuh-musuh-Mu. Berikanlah kepada mereka pahala di atas jalan-Mu dan curahkanlah keteguhan dalam hati mereka.

Ampunilah kesalahan dan keteledoran kami ya Rabb, dari membela dan memperjuangkan tauhid dan sunnah Nabi-Mu. Ya Allah Rabb seru sekalian alam. Bebaskanlah diri kami dari azab neraka-Mu. Ya Allah, Ya Ghoffar sesungguhnya Engkau adalah Maha pemaaf maka ampuni dan maafkanlah dosa-dosa kami…

Penulis: Ari Wahyudi, Ssi.

Artikel Muslim.Or.Id

🔍 Dalil Tentang Nafsu, Foto Haram, Siapa Nabi Isa, Kitab Karangan Imam Nawawi


Artikel asli: https://muslim.or.id/22113-kaitan-antara-puasa-dan-akidah-islam.html